Tradisi Buwuh Di Indonesia
Sunday, July 8, 2018
Add Comment
Tradisi
Buwuh
Sangat
beruntung masyarakat Jawa memiliki tradisi yang bermakna memberikan sesuatu
kepada orang lain pada waktu-waktu tertentu. Kegiatan tradisi ini disebut
“Nyumbang”. Dibeberapa daerah ternyata masih terdapat tradisi menyumbang pada momentum
khusus dengan penyebutan yang berbeda. Sebagian masyarakat di Jawa Timur ada
yang menyebutnya “mbecek”, “buwuh”, “ewuh”, dan ada pula yang menyamakan dengan
istilah “jagong”.
Buwuh
atau bisa disebut juga sumbang-menyumbang merupakan tradisi
yang dilakukan oleh warga masyarakat dalam rangka berpartisipasi dalam hajatan
yang diselenggarakan oleh salah satu warga masyarakat setempat. Wujud
partisipasinya selain bisa berupa uang tunai dalam amplop juga bisa berupa
barang (Beras dan Mie Su‟un, Minyak Goreng, Kue Kering & Basah, Gula, Rokok,
dan lain sebagainya). Nilainya beragam, mulai dari yang senilai 20 ribu sampai
dengan tak terhingga, tergantung tingkat kemampuan masing-masing individu, dan
tergantung status sosial individu tersebut dalam masyarakat. Semakin tinggi
status sosialnya, maka jumlah buwuhannya semakin besar.
Dalam sekali waktu
menjelaskan tentang sumbang menyumbang. Dalam hal ini sumbang-menyumbang
dimasukkan kedalam konsep tolong-menolong. Dalam mendefinisikannya Koentjaraningrat
membedakan antara gotong-royong dengan tolong-menolong. "Disamping adat
istiadat tolong-menolong antara warga desa dalam berbagai macam lapangan
aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga, atau hubungan
kekerabatan atau lain-lain hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis,
ada pula aktivitas bekerja sama jang lain, yang secara populer biasanya juga
disebut gotong royong.
Hal
itu adalah aktivitas bekerja sama antara sejumlah besar warga-warga desa untuk
menjelesaikan suatu proyek tertentu jang dianggap berguna bagi kepentingan
umum. Untuk membedakanya dari aktivitas-aktivitas tolong menolong itu, ada
baiknya aktivitet-aktivitet sosial tersebut kita sebut kerdja bakti, atau kalau
kita toh mau memakai istilah 'gotong-royong', maka sebaiknja aktivitas-aktivitas inilah disebut gotong royong, dan aktivitas-aktivitas yang lain itu disebut secara
konsekuen 'tolong-menolong', seperti apa yang kami lakukan dalam uraian diatas
itu.
Ciri-Ciri
Gotong Royong dan Tolong Menolong Gotong Royong Tolong Menolong
Berikut foto tabel ciri -ciri Gotong Royong dan Tolong Menolong
Dalam
tabel tersebut terlihat bahwa perbedaan antara gotong royong dengan
tolong-menolong sangat mencolok, terlebih dalam tolong-menolong terdapat atas
resiprositas. Tolong menolong digerakkan oleh asa timbal balik, artinya siapa
yang pernah menolong tentu akan menerima pertolongan balik dari pihak yang
pernah ditolongnya. Dengan asa seperti ini maka tolongmenolong dapat
dikategorikan sebagai jenis pertukaran (exchange).
Dalam sumbang-menyumbang pun
tidak terlepas dari pertukaran. Mauss mengemukakan bahwa dalam pertukaran yang
berdasarkan atas asa timbal balik, pada mulanya pemberian tampak bagai diberikan
secara sukarela, tanpa pamrih, dan spontan oleh satu pihak kepada pihak yang
lain. Padahal sebenarnya pemberian itu diberikan karena kewajiban atau dengan
pamrih, yang pada gilirannya akan menimbulkan kewajiban pula bagi pihak yang menerimanya
untuk membalas di kemudian hari. Pemberian yang belum dibalas akan merendahkan
derajat pihak penerima, khususnya jika penundaan ini dilakukan karena memang
mempunyai maksud untuk tidak melunasinya.
Sumbang
menyumbang adalah proses tukar menukar yang didalamnya terdapat kewajiban untuk
membalas dan kewajiban untuk memberi. Sementara itu, Gouldner menanggapi
kewajiban dalam sumbang menyumbang, dengan premis yang ditawarkan gouldner
mengindikasikan bahwa setiap resiprositas itu mengandung dua unsur yang saling
berhubungan, yaitu: pertama, seseorang harus menolong siapa yang telah
menolongnya, dan Kedua, seseorang tidak boleh
mengecewakan siapa yang telah menolongnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa
resiprositas dapat mengatur perilaku individu dalam sumbangmenyumbang meskipun
tidak mengetahui orang seperti apa yang dihadapi, tetapi kedua belah pihak
masih dapat menyesuaikan diri dalam norma pertukaran. Scott memperkuat dengan
mengatakan bahwa resiprositas digerakkan oleh rasa malu dan rasa hutang budi.
lebih lanjut bahwa prinsip resiprositas yang terpenting adalah bahwa pertukaran
itu menyangkut nilai-nilai yang dapat diperbandingkan.
0 Response to "Tradisi Buwuh Di Indonesia"
Post a Comment
Komentar disini jika ada yang di tanyakan atau mau menambahkan informasi