Tradisi Buwuh Di Indonesia

Tradisi Buwuh
Sangat beruntung masyarakat Jawa memiliki tradisi yang bermakna memberikan sesuatu kepada orang lain pada waktu-waktu tertentu. Kegiatan tradisi ini disebut “Nyumbang”. Dibeberapa daerah ternyata masih terdapat tradisi menyumbang pada momentum khusus dengan penyebutan yang berbeda. Sebagian masyarakat di Jawa Timur ada yang menyebutnya “mbecek”, “buwuh”, “ewuh”, dan ada pula yang menyamakan dengan istilah “jagong”.

Buwuh atau bisa disebut juga sumbang-menyumbang merupakan tradisi yang dilakukan oleh warga masyarakat dalam rangka berpartisipasi dalam hajatan yang diselenggarakan oleh salah satu warga masyarakat setempat. Wujud partisipasinya selain bisa berupa uang tunai dalam amplop juga bisa berupa barang (Beras dan Mie Su‟un, Minyak Goreng, Kue Kering & Basah, Gula, Rokok, dan lain sebagainya). Nilainya beragam, mulai dari yang senilai 20 ribu sampai dengan tak terhingga, tergantung tingkat kemampuan masing-masing individu, dan tergantung status sosial individu tersebut dalam masyarakat. Semakin tinggi status sosialnya, maka jumlah buwuhannya semakin besar. 
Dalam sekali waktu menjelaskan tentang sumbang menyumbang. Dalam hal ini sumbang-menyumbang dimasukkan kedalam konsep tolong-menolong. Dalam mendefinisikannya Koentjaraningrat membedakan antara gotong-royong dengan tolong-menolong. "Disamping adat istiadat tolong-menolong antara warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga, atau hubungan kekerabatan atau lain-lain hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas bekerja sama jang lain, yang secara populer biasanya juga disebut gotong royong.

Hal itu adalah aktivitas bekerja sama antara sejumlah besar warga-warga desa untuk menjelesaikan suatu proyek tertentu jang dianggap berguna bagi kepentingan umum. Untuk membedakanya dari aktivitas-aktivitas tolong menolong itu, ada baiknya aktivitet-aktivitet sosial tersebut kita sebut kerdja bakti, atau kalau kita toh mau memakai istilah 'gotong-royong', maka sebaiknja aktivitas-aktivitas inilah disebut gotong royong, dan aktivitas-aktivitas yang lain itu disebut secara konsekuen 'tolong-menolong', seperti apa yang kami lakukan dalam uraian diatas itu.

Ciri-Ciri Gotong Royong dan Tolong Menolong Gotong Royong Tolong Menolong

 Berikut foto tabel ciri -ciri Gotong Royong dan Tolong Menolong

Dalam tabel tersebut terlihat bahwa perbedaan antara gotong royong dengan tolong-menolong sangat mencolok, terlebih dalam tolong-menolong terdapat atas resiprositas. Tolong menolong digerakkan oleh asa timbal balik, artinya siapa yang pernah menolong tentu akan menerima pertolongan balik dari pihak yang pernah ditolongnya. Dengan asa seperti ini maka tolongmenolong dapat dikategorikan sebagai jenis pertukaran (exchange). 
Dalam sumbang-menyumbang pun tidak terlepas dari pertukaran. Mauss mengemukakan bahwa dalam pertukaran yang berdasarkan atas asa timbal balik, pada mulanya pemberian tampak bagai diberikan secara sukarela, tanpa pamrih, dan spontan oleh satu pihak kepada pihak yang lain. Padahal sebenarnya pemberian itu diberikan karena kewajiban atau dengan pamrih, yang pada gilirannya akan menimbulkan kewajiban pula bagi pihak yang menerimanya untuk membalas di kemudian hari. Pemberian yang belum dibalas akan merendahkan derajat pihak penerima, khususnya jika penundaan ini dilakukan karena memang mempunyai maksud untuk tidak melunasinya.

Sumbang menyumbang adalah proses tukar menukar yang didalamnya terdapat kewajiban untuk membalas dan kewajiban untuk memberi. Sementara itu, Gouldner menanggapi kewajiban dalam sumbang menyumbang, dengan premis yang ditawarkan gouldner mengindikasikan bahwa setiap resiprositas itu mengandung dua unsur yang saling berhubungan, yaitu: pertama, seseorang harus menolong siapa yang telah menolongnya, dan Kedua, seseorang tidak boleh mengecewakan siapa yang telah menolongnya. 
Hal ini mengindikasikan bahwa resiprositas dapat mengatur perilaku individu dalam sumbangmenyumbang meskipun tidak mengetahui orang seperti apa yang dihadapi, tetapi kedua belah pihak masih dapat menyesuaikan diri dalam norma pertukaran. Scott memperkuat dengan mengatakan bahwa resiprositas digerakkan oleh rasa malu dan rasa hutang budi. lebih lanjut bahwa prinsip resiprositas yang terpenting adalah bahwa pertukaran itu menyangkut nilai-nilai yang dapat diperbandingkan.

0 Response to "Tradisi Buwuh Di Indonesia"

Post a Comment

Komentar disini jika ada yang di tanyakan atau mau menambahkan informasi

Iklan atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel